Ticket To Ride

Selain sebagai bulan penuh rahmat, sebagian mahasiswa juga memandang ramadhan sebagai detik-detik untuk pulang kampung. Detik-detik sebelum berkumpul kembali dengan keluarga dan kerabat tercinta. Makanya biasanya beberapa bulan sebelum lebaran, kami, para mahasiswa rantau, sudah mulai menyurvey ongkos segala angkutan yang bisa mengantarkan kami pulang ke tanah kelahiran. Sebutlah itu pesawat, kereta, bis, atau bahkan kapal.

Saya biasanya menumpang kereta dulu ke Jakarta. Kemudian terbang dengan pesawat ke Padang. Namun gara-gara Air Asia yang bertarif “miring” itu tidak lagi menyediakan tiket Jakarta-Padang, dan tiket pesawat lain terlalu mahal untuk dibeli, tahun ini saya akan pulang lewat darat. Menumpang bis yang akan menyusuri pantai utara Jawa dan meliuk-liuk di belantara Sumatra.

Omong-omong soal mudik, saya jadi ingat kejadian setahun yang lalu. Saya dan tiga orang kawan sudah duduk nyaman di bangku empuk Taksaka ketika tiga orang berpenampilan mahasiswa menghampiri kami. Saya yakin mereka mahasiswa juga. Salah seorang dari mereka menyodorkan tiketnya ke kami dan menanyakan kemungkinan kami salah menduduki tempat. Nomor bangku dan gerbongnya memang tertulis persis sama dengan punya kami.

Kedua tiket itu kami bandingkan. Untuk beberapa saat kami bermain “carilah 10 perbedaan”. Ternyata tiket kami lah yang benar. Tiket mereka salah tanggal. Langsung saja mereka saling menyalahkan satu sama lain. Iseng saya menguping dan mencuri dengar bahwa ternyata mereka sudah punya tiket pesawat ke Pekanbaru buat besok pagi. Sayang sekali. Sampai sekarang saya tidak tahu apakah mereka jadi mudik atau nggak.

Balik lagi soal mudik jalur darat tahun ini. Tiket bis sudah saya beli untuk tanggal 8 September. Ehem.. Saya sih nggak ada masalah dengan mudik lewat darat. Toh saya nggak mabukan dan selalu menikmati perjalanan. Omong-omong, saya nanti akan berganti bis di Bogor. Sepertinya akan menarik karena saya belum pernah menginjakkan kaki di Bogor.

Iklan