Crossing Malioboro on The Afternoon

Malioboro

Hari kamis kemarin, saya terbebas dari jadwal UTS. Besok sorenya saya langsung jalan-jalan ke Malioboro. Memenuhi rasa penasaran terhadap spanduk-spanduk “Malioboro Festival 2009” yang marak ditempel di sudut-sudut Jogja akhir-akhir ini. Dengan bis kota jalur 4 saya berangkat ke jalan yang merupakan ikon kota Jogja itu.

Macet membuat saya harus turun di Stasiun Tugu. Menurut spanduk, acara Malioboro Festival 2009 berpusat di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret, titik nol kilometer Jogja. Artinya, saya harus berjalan sekitar 2 km menyusuri Malioboro untuk mencapai tujuan.

Sebenarnya ruas jalan yang dikenal sebagai Jalan Malioboro ini terdiri dari dua jalan. Di utara Jl. Malioboro, di selatan Jl. A. Yani. Malioboro bisa dikatakan sebagai pusat wisata Jogja. Segalanya tersedia di sini, mulai dari akomodasi, sarana transportasi, urusan perut, sampai objek-objek menarik. Yang paling ramai oleh backpacker adalah kawasan Jl. Sosrowijayan yang memiliki banyak penginapan low budget dan kafe nongkrong.

Jalan Sosrowijayan

Saya berjalan menyusuri jalan khusus kendaraan tak bermotor. Jalur ini dipenuhi oleh andong dan becak. Dua moda transportasi, yang bisa dikatakan, khas Jogja. Andong dan becak masing-masing punya keunikan dan sensasi menumpang yang berbeda. Ketika naik andong, anda akan diberi kesempatan untuk “menyicipi” bagaimana rasanya menumpang kereta kuda seperti bangsawan abad 19. Dahulu, andong memang alat transportasi para raja dan kerabatnya.

Becak

Sementara itu naik becak akan mengetes rasa kemanusiaan anda. Karena, berbeda dengan andong, motor penggerak becak adalah kaki manusia. Biasanya, ketika anda menyanyakan berapa ongkosnya, penarik becak akan menjawab, “Terserah bapak/ibu.” Nah, bingung kan?

Sekitar jam 5 sore, saya tiba di kawasan nol kilometer Jogja. Tempat diadakannya Malioboro Festival 2009. Kilometer nol terletak di perempatan jalan ke alun-alun utara, Jl. Ahmad Dahlan, Jl. A. Yani (Malioboro), dan Jl. Pangeran Senopati. Sore-sore banyak orang yang nongkrong di tempat ini, baik sendiri maupun bersama komunitas. Cahandong, komunitas blogger Jogja, tiap jumat malam mengadakan Juminten di sini.

Di kawasan nol kilometer ini terdapat beberapa bangunan bersejarah seperti; Gedung Agung yang merupakan bekas Istana Karesidenan dan bekas Istana Presiden sewaktu ibukota Indonesia pindah ke DIY dahulu, Benteng Belanda yang diberi nama “Vredeburg”, Gedung Bank Indonesia lama, Kantor Pos Besar Yogyakarta, Pasar Beringharjo yang sudah difungsikan sebagai tempat jual beli sejak 1758, dan Gedung BNI yang dahulunya entah digunakan sebagai gedung apa.

Sekitar KM 0 Jogja

Omong-omong, nama Malioboro ini katanya berasal dari nama seorang Duke Inggris yang menduduki Jogja tahun 1811-1816, Marlborough.

Setelah puas mengabadikan perempatan Malioboro dengan kamera digital, saya langsung masuk ke Plaza Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. Di sana sudah berdiri panggung besar yang dipenuhi alat musik. Kebetulan ketika saya tiba Mbah Sawung Jabo sedang check sound. Saya keluarkan lagi kamera dan saya jepret legenda musik yang dulu sering nggembel di Malioboro itu. Jadi, sudah pernahkah anda menyusuri Malioboro?

48 pemikiran pada “Crossing Malioboro on The Afternoon

  1. @alamendah: iya dong bro. :mrgreen:

    @bukan facebook: memang sih katanya sudah lumayan banyak yang berubah. tapi suasananya masih seperti dulu kok. katanya lho.. saya kan “dulu” belum di jogja. hehe.. 😀

    @nahdhi: lha, yo penak to? volunteer nginep nang hotel po, dab?

    @kawanlama95: :mrgreen: iya, ya. mana ya dia?

    @nakjaDimande: trims, bundo. btw, bagusnya fotonya dipajang di blog ukuran gede apa kecil, bundo? ini lagi nyoba2 pasang ukuran gede.. :mrgreen:

  2. UTS = Ujian Tengah Semester , ya?? hehehe…udah lupa, maklum zaman Saya di UGM ndak ada UTS, adanya cuman quiz atau beberapa mata kuliah pakai mid semester juga (cuman tergantung dosen).

    Jadi ingat lumpia enak di malioboro, terasa enak karena ada sayur “bung” nya.

    Bung/Rebung = adalah semacam bambu muda (tunas bambu, yang bisa dimakan)..bahasa jawa, mungkin lain tempat lain namanya

  3. aku pernah menyusuri malioboro sekitar tahun 2005…sendirian!!! hehehehe…waktu itu ada tugas dari kantor untuk pameran pasar wisata di jcc…mmm kangen malioboro lagi liat foto2mu…

    kalo akhir tahun aku ke jogja…temenin jalan2 ya 😀

  4. eh, tau sejarah sirene yang ada ada 3 (di Depan Stasiun Tugu, di Beringharjo, dan di Gading Lor) itu?

    konon sirene itu dulu dipakai sebagai tanda pergantian shift Belanda, dan menjadi tanda serangan umum 1 Maret 1949. Sampe sekarang masih dipakai utk menyiarkan kabar “buka puasa” kalo pas Ramadhan.. 🙂

  5. @ria: 😀 kabar-kabari aja. :mrgreen:

    @catatanfebri: saya ada foto masjid gubernuran (masjid sulthony) di posting ini.

    kalo berkenan silakang dibaca. :mrgreen:

    @DV: jadi kapan ke jogja lagi, mas DV? hehehe.. :mrgreen:
    tenang aja. jogja masih berhati nyaman kok. :mrgeen:

    @zam: oh gitu ya, kang. saya kira sirine itu cuma baru-baru ini dipasang di situ. tau-tau sejarahnya udah panjang.

    saya baru sekali masuk ke benteng vredeburg. sendirian. medeni, kang. :mrgreen:

    kabarnya benteng itu dibangun cuma selang 2-3 tahun dari dibangunnya kompleks keraton ya, kang?

    1. Benteng Vredeburg itu dibangung oleh Kraton Jogja, pake biaya Kraton. Belanda yg licik bikin alesan untuk “melindungi” kraton. padahal sebenernya lokasi benteng sekarang, itu merupakan jarak jangkauan tembak meriam dari benteng Rustenberg (Vredeburg).

      Dulu nama benteng ini adalh Rustenberg, yang berarti benteng “peristirahatan”. terus berganti nama menjadi “vredeburg” yang berarti “perdamaian”.

      Taman Sari, dibangun oleh HB I selain utk tempat plesir, juga utk mengadakan rapat-rapat rahasia karena lokasinya jauh dari jarak tembak benteng Vredeburg. kalo ke Taman Sari, coba deh datang ke “masjid bawah tanah”-nya.. 😀

      Selokan Mataram, itu juga menarik sejarahnya loh.. 😀

      1. jadi inget. kampugn-kampung prajurit kraton yg berbentuk “U” itu juga ada sejarahnya loh. tata ruang kraton berbentuk “U” itu ada alasannya..

        duh.. kapan-kapan kuceritain deh ya.. atau dirimu nulis postingan, ntar kukomenin panjang.. hwakakakaka..

        *Jogja emang gak habis-habis diulas*

      2. buset. dibikin pake biaya keraton tapi moncong meriamnya diarahkan terus ke keraton. gak tau diuntung bener tuh belanda.

        waktu saya ke tamansari dulu keknya masjid bawah tanahnya ini lagi tutup, kang. entah kenapa. liat foto2 temen di sana, keknya bagus. :mrgreen:

        ayo, kang. saya tunggu posting tentang tata ruang “U”nya. ayo kita bahas sejarah sudut2 jogja. :mrgreen:

  6. udaaah shi9e **sok kenal
    suda aku susuri semua yan9 ada di futumu itu.. 😀
    dan aku ju9a men9inap didaerah sosrowijayan,naek becak malem2 wes pokoke puwaasss hehe

    yo9ya sekaran9 puanaasss uyy..but still miss yo9ya 🙂

    mana futu mbah sawun9na 😀

    1. @ikiakukok: hayo.. kapan? :mrgreen:

      @joddie: udah berapa lama, mas? :mrgreen:

      @wi3nd: akhir-akhir ini jogja memang jadi panas banget. 😦
      siang panas, malam gerah.

      foto Sawung Jabo ada nih di komputer. mau? hehe.. :mrgreen:

      @yessi greena: coba dengerin “Yogyakarta” KLA Project, mbak. :mrgreen:

      @omiyan: buset. udah lama bener ya om ya.. :mrgreen:
      1995 itu saya baru kelas 2 SD. masih di Padang. :mrgreen:

  7. Salam,
    Wow so exotic euy, jadi pengen ke sana, jadi inget lagunya Doel Sumbang..”Ada lagu yang indah di malioboro, lagu cinta tentang engkau dan aku…” 🙂

  8. wah kenangan masa lalu 7 tahun silam
    tapi wektu itu gw jarang kesana
    tapi tiap kesana slalu ada momen yg sulit terlupakan
    khas yg memang hanya ada di malioboro

  9. Saya sudah beberapa kali ke Malioboro :mrgreen:

    Naik becak di sana beda rasanya dengan naik becak di Bogor, tempat tinggal saya. Di sana nggak diburu2, bisa liat2 jalan dengan tenang..nggak usah takut bakal disundul angkot

  10. dulu sih sering…paling asik menyusuri mallioboro di malam hari. Akan semakin terlihat ke eksotisan nya..

    terakhir ke sana pas ada acara FKY (Festival Kesenian Yogyakarta) juni kemarin..di benteng Vredenburg tepatnya…

    awahhhh…jadi pengen balik ke jogja lagi nihhhh…

    kangeennn!!

  11. Sudah pernahkah menyusuri Malioboro …
    Tentu sudah …

    Yang jelas saya kalau ke Malioboro selalu bermuaranya ke Beringharjo dan Toko batik diseberangnya …

    Hahaha
    (biasa laaahhh beli titipan Istri dirumah …)

  12. @dedekusn: hobi hatrick ya, bro? hehe..
    enak sih memang. saya dulu sering tuh hatrick2an sama temen2 blogger. :mrgreen:

    @nenyok: tsah! donlot ah lagunya.
    jadi, kapan ke jogja? hehe..

    @elmoudy: what kind of momment? hehehe.. *ketawa setan*
    :mrgreen:

    @pinkparis: bener kan, jogja itu ngangenin.. :mrgreen:

    @nonadita: hahaha.. untungnya di jogja gak ada angkot. kalo ada bakalan semrawut banget tuh. soalnya motor di sini banyak banget.

    @wira: ayo ke jogja, bli. :mrgreen:

    @eta: emangnya sekarang di mana, bro?

    @dedekusn: salam juga dari jogja untuk yang di sana. hehe.. :mrgreen:

    @ade wijaya: hahaha.. kalo udah kayak gitu mah ke jogja mesti jadi kunjungan wajib bro. hehe.. :mrgreen:

    @nh18: salam kenal, pak. 🙂
    mirota batik ya, pak? kalo soal barang buat dijadiin oleh-oleh, MB ini memang jagonya, pak. semuanya ada di sini. :mrgreen:

    jadi, kapan ke jogja lagi, pak? :mrgreen:

    @fadhilatul muharram: rindu jogja apa rindu tukang becaknya? hehehe.. :mrgreen:

    @fanari: saya baru sekali masuk Vredeburg. belum ngeksplor bener-bener sih. :mrgreen:

  13. Akhir2 ini kalau sempat biasanya sabtu sore nongkrong didepan keraton menghadap keutara. Kalau pas beruntung cuaca cerah bisa ihat eksotisnya Merapi. Terus dilanjut malamnya ada pagelaran seni di depan monumen serangan umum. Meskipun malam minggu padet banget tapi demi pagelaran langka tersebut nekat deh. Coba aja malem minggu jam2 8-9 malem kesitu lihat pagelaran siapa tahu saya juga disana sedang berjoget hehehe…

  14. jadi, mana foto mbah suwungnya?

    setuju, dri, jalan-jalan dengan beca di malioboro memang sangat menguji jiwa kemanusiaan kita. masak saking inginnya ditumpangi, tukang becanya bersedia dibayar 3000 perak thok buat puter-puter malioboro sampe kraton. siapa yang tega coba?

Tinggalkan Balasan ke eta Batalkan balasan